Month: Maret 2016

Teaching machines to see: new smartphone-based system could accelerate development of driverless cars –

Posted on

there is a great article from cambridge…. how if implemented in city of jakarta…

Two technologies which use deep learning techniques to help machines to see and recognise their location and surroundings could be used for the development of driverless cars and autonomous robotics – and can be used on a regular camera or smartphone.

Vision is our most powerful sense and driverless cars will also need to see, but teaching a machine to see is far more difficult than it sounds.

Roberto Cipolla

Two newly-developed systems for driverless cars can identify a user’s location and orientation in places where GPS does not function, and identify the various components of a road scene in real time on a regular camera or smartphone, performing the same job as sensors costing tens of thousands of pounds.

The separate but complementary systems have been designed by researchers from the University of Cambridge and demonstrations are freely available online. Although the systems cannot currently control a driverless car, the ability to make a machine ‘see’ and accurately identify where it is and what it’s looking at is a vital part of developing autonomous vehicles and robotics.

The first system, called SegNet, can take an image of a street scene it hasn’t seen before and classify it, sorting objects into 12 different categories – such as roads, street signs, pedestrians, buildings and cyclists – in real time. It can deal with light, shadow and night-time environments, and currently labels more than 90% of pixels correctly. Previous systems using expensive laser or radar based sensors have not been able to reach this level of accuracy while operating in real time.

Users can visit the SegNet website and upload an image or search for any city or town in the world, and the system will label all the components of the road scene. The system has been successfully tested on both city roads and motorways.

For the driverless cars currently in development, radar and base sensors are expensive – in fact, they often cost more than the car itself. In contrast with expensive sensors, which recognise objects through a mixture of radar and LIDAR (a remote sensing technology), SegNet learns by example – it was ‘trained’ by an industrious group of Cambridge undergraduate students, who manually labelled every pixel in each of 5000 images, with each image taking about 30 minutes to complete. Once the labelling was finished, the researchers then took two days to ‘train’ the system before it was put into action.

“It’s remarkably good at recognising things in an image, because it’s had so much practice,” said Alex Kendall, a PhD student in the Department of Engineering. “However, there are a million knobs that we can turn to fine-tune the system so that it keeps getting better.”

SegNet was primarily trained in highway and urban environments, so it still has some learning to do for rural, snowy or desert environments – although it has performed well in initial tests for these environments.

The system is not yet at the point where it can be used to control a car or truck, but it could be used as a warning system, similar to the anti-collision technologies currently available on some passenger cars.

“Vision is our most powerful sense and driverless cars will also need to see,” said Professor Roberto Cipolla, who led the research. “But teaching a machine to see is far more difficult than it sounds.”

As children, we learn to recognise objects through example – if we’re shown a toy car several times, we learn to recognise both that specific car and other similar cars as the same type of object. But with a machine, it’s not as simple as showing it a single car and then having it be able to recognise all different types of cars. Machines today learn under supervision: sometimes through thousands of labelled examples.

There are three key technological questions that must be answered to design autonomous vehicles: where am I, what’s around me and what do I do next. SegNet addresses the second question, while a separate but complementary system answers the first by using images to determine both precise location and orientation.

The localisation system designed by Kendall and Cipolla runs on a similar architecture to SegNet, and is able to localise a user and determine their orientation from a single colour image in a busy urban scene. The system is far more accurate than GPS and works in places where GPS does not, such as indoors, in tunnels, or in cities where a reliable GPS signal is not available.

It has been tested along a kilometre-long stretch of King’s Parade in central Cambridge, and it is able to determine both location and orientation within a few metres and a few degrees, which is far more accurate than GPS – a vital consideration for driverless cars. Users can try out the system for themselves here.

The localisation system uses the geometry of a scene to learn its precise location, and is able to determine, for example, whether it is looking at the east or west side of a building, even if the two sides appear identical.

“Work in the field of artificial intelligence and robotics has really taken off in the past few years,” said Kendall. “But what’s cool about our group is that we’ve developed technology that uses deep learning to determine where you are and what’s around you – this is the first time this has been done using deep learning.”

“In the short term, we’re more likely to see this sort of system on a domestic robot – such as a robotic vacuum cleaner, for instance,” said Cipolla. “It will take time before drivers can fully trust an autonomous car, but the more effective and accurate we can make these technologies, the closer we are to the widespread adoption of driverless cars and other types of autonomous robotics.”

The researchers are presenting details of the two technologies at the International Conference on Computer Vision in Santiago, Chile.

– See more at: http://www.cam.ac.uk/research/news/teaching-machines-to-see-new-smartphone-based-system-could-accelerate-development-of-driverless-cars#sthash.rmPTOo76.dpuf

Aspek Penalaran

Posted on

Aspek Penalaran Dalam Karangan

Penalaran (reasioning) adalah suatu proses berpikir dengan menghubung-hubungkan bukti, fakta atau petunjuk menuju suatu kesimpulan. Dengan kata lain, penalaran adalah proses berpikir yang sistematik dalan logis untuk memperoleh sebuah kesimpulan. Bahan pengambilan kesimpulan itu dapat berupa fakta, informasi, pengalaman, atau pendapat para ahli (otoritas).

 

Menulis Sebagai Proses Penalaran

Menulis merupakan proses bernalar. Dimana pada saat kita ingin menulis sesuatu tulisan baik itu dalam bentuk karangan atau pun yang lainnya, maka kita harus mencari topiknya terlebih dahulu. Dan dalam mencari suatau topik tersebut kita harus berfikir, maka pada saat kita berfikir tanpa kita sadari kita sendiri telah melakukan proses penalaran karena saat berfikir kita menghubung-hubungkan berbagai fakta, membandingkan dan sebagainya.

 

Penalaran Induktif

Penalaran induktif adalah cara berpikir dengan menarik kesimpulan umum dari pengamatan atas gejala-gejala yang bersifat khusus. Misalnya pada pengamatan atas logam besi, alumunium, tembaga dan sebagainya. Jika dipanasi ternyata menunjukkan bertambah panjang. Dari sini dapat disimpulkan secara umum bahwa logam jika dipanaskan akan bertambah panjang. Biasanya penalaran induktif ini disusun berdasarkan pengetahuan yang dianut oleh penganut empirisme.

Contoh penalaran induktif adalah :

àkerbau punya mata. anjing punya mata. kucing punya mata

:. setiap hewan punya mata

Penalaran induktif membutuhkan banyak sampel untuk mempertinggi tingkat ketelitian premis yang diangkat. untuk itu penalaran induktif erat dengan pengumpulan data dan statistik.

Selanjutnya pengertian penalaran induktif menurut Tim Balai Pustaka (dalam Shofiah, 2007 :14) istilah penalaran mengandung tiga pengertian, diantaranya :

  1. cara (hal) menggunakan nalar, pemikiran atau cara berfikir logis.
  2. Hal mengembangkan atau mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan dengan perasaan atau pengalaman.
  3. Proses mental dalam mengembangkan atau mengendalikan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip.
  1. Hubungan Kausal

Bersifat menyebabkan suatu kejadian, bersifat saling menyebabkan, hubungan yang bersebab akibat [https://id.wiktionary.org/wiki/kausal].

Kausalitas merupakan prinsip sebab-akibat yang ilmu dan pengetahuan yang dengan sendirinya bisa diketahui tanpa membutuhkan pengetahuan dan perantaraan ilmu yang lain dan pasti antara segala kejadian, serta bahwa setiap kejadian memperoleh kepastian dan keharusan serta kekhususan-kekhususan eksistensinya dari sesuatu atau berbagai hal lainnya yang mendahuluinya, merupakan hal-hal yang diterima tanpa ragu dan tidak memerlukan sanggahan. Keharusan dan keaslian sistem kausal merupakan bagian dari ilmu-ilmu manusia yang telah dikenal bersama dan tidak diliputi keraguan apapun [https://id.wikipedia.org/wiki/Kausalitas].

Jadi intinya kalau ada sebab pasti ada akibat, itu adalah sesuatu yang pasti yang ada di dunia ini dan itu ga bisa di sanggah, itu adalah salah satu dari ciptaan Tuhan yang sangat detil.

Hal hal yang berhubungan dengan penalaran induktif ???

Seperti yang saya bilang, jika dipikir secara abstrak banyak hal di dunia ini yang berhubungan dengan dengan penalaran induktif. Contoh besarnya yaitu para pendahulu ilmuan ataupun penulis yang membuat banyak pernyataan dari riset-risetnya yang sekarang dijadikan pernyataan umum pada hari sekarang.

Penalaran deduktif

  1. Deduktif

Penalaran Deduktif berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus [https://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran].

Proses penalaran dari satu atau lebih pernyataan umum untuk mencapai kesimpulan logis tertentu [https://id.wikipedia.org/wiki/Metode_deduksi].

Jadi intinya dia ini butuh 1 atau lebih pernyataan yang udah umum dipake biar dapet kesimpulan logis yang tertentu mungkin maksudnya tertentu itu beda tujuan tapi sumber sama.

Penalaran Deduktif

Proses penalaran dari satu atau lebih pernyataan umum untuk mencapai kesimpulan logis tertentu [https://id.wikipedia.org/wiki/Metode_deduksi] yang dimana pertimbangan tentang baik buruk, akal budi, setiap keputusan didasarkan nalar yang sehat, aktivitas yang memungkinkan seseorang berpikir logis, jangkauan pikir, kekuatan pikir.

Silogisme

Is a kind of logical argument that applies deductive reasoning to arrive at a conclusion based on two or more propositions that are asserted or assumed to be true [https://en.wikipedia.org/wiki/Syllogism] berat ya bahasanya ??? ok ane terjemahin dah. Silogisme adalah argument logis secara deduktif untuk tiba pada kesimpulan berdasarkan 2 atau lebih kesimpulan yang dinyatakan atau dianggap bahwa itu benar.

Entimen

Bagian dari silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis (dasar penyimpulan) minor dan kesimpulan [https://id.wikipedia.org/wiki/Silogisme#Entimen].

Contoh :

–  Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.

– Anda telah memenangkan sayembara ini, karena itu Anda berhak menerima hadiahnya.

Mungkin maksudnya adalah kesimpulan biasa yang ditujukan untuk seseorang yang ditujukan khusus kepada orang yang berhak untuk mendapatkannya.

  1. Hal-hal yang berhubungan dengan penalaran deduktif ???

Seperti yang dari tadi ane bilang, jika dipikir secara abstrak banyak hal di dunia ini yang berhubungan dengan dengan penalaran deduktif. Contohnya adalah ketika kita menyimpulkan sesuatu itu kita butuh premis atas dasar penyimpulan yang bukan hanya 1 tapi lebih dari 1 untuk membuktikan bahwa kita memiliki fakta dan bukti untuk menyimpulkan apa yang akan kita simpulkan dan tentunya itu haruslah logis dan berdasarkan akal sehat.

 

 

Fakta sebagai unsur dasar penalaran karangan

Fakta (bahasa Latin: factus) ialah segala sesuatu yang tertangkap oleh indra manusia atau data keadaan nyata yang terbukti dan telah menjadi suatu kenyataan. Sedangkan menurut KKBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengartikan Fakta sebagai hal (keadaan atau peristiwa) yang merupakan kenyataan, sesuatu yang benar – benar ada atau terjadi.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa fakta adalah sesuatu hal yang benar – benar terjadi dan nyata yang dibantu dengan adanya bukti konkrit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penalaran adalah proses pemikiran untuk memperoleh kesimpulan yang logis berdasarkan fakta yang relevan. Dengan kata lain, penalaran adalah proses penafsiran fakta sebagai dasar untuk menarik kesimpulan.

Sumber:

 

  1. http://tugasbudi.blogspot.co.id/2012/03/penalaran-dalam-menulis-sebuah-karya.html
  2. https://apriyantiweny.wordpress.com/2015/04/23/menulis-sebagai-proses-penalaran/
  3. http://bachtiarseptiadi.blogspot.co.id/2012/12/penalaran-induktif.html
  4. http://jimmyprianto.blogspot.co.id/2015/03/penalaran-deduktif_23.html
  5. https://luckyfication.wordpress.com/2012/09/24/intiisi-karangan-ilmiah/
  6. http://blogdwi19.blogspot.co.id/2015/04/fakta-merupakan-unsur-dasar-dari.html
  7.  https://id.wikipedia.org/wiki/Analogi
  8. https://id.wiktionary.org/wiki/kausal
  9. https://id.wikipedia.org/wiki/Kausalitas
  10. https://id.wikipedia.org/wiki/Metode_deduksi
  11. https://en.wikipedia.org/wiki/Syllogism
  12. https://id.wikipedia.org/wiki/Silogisme#Entimen